Kebebasan Berpendapat di Indonesia, Mau Sebebas Apa?

Sosial Politik 23 Nov 2023

Sumber Gambar: Fajrul Falah (Pixabay)

Saat ini sedang hangat-hangatnya perpolitikan di Indonesia. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah resmi ditetapkan oleh KPU. Mereka pun berlomba-lomba mengeluarkan kata-kata yang bombastis dengan tujuan menarik perhatian dan dukungan dari para pemilih.

Salah satu pasangan yang mengusung tema perubahan, yaitu Anies Baswedan sering kali mengatakan bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia sangatlah buruk. Ia memberi contoh sebutan “Negeri Wakanda” dan “Negeri Konoha” menjadi bukti bahwa Masyarakat takut mengungkapkan pendapatnya.

Hal ini membuat saya berpikir, benarkah demikian? dan sebebas apa kita ingin negeri kita tercinta ini?.

Kebebasan Berpendapat di Indonesia

Kebebasan berpendapat atau berbicara yang dalam Bahasa Inggrisnya sering disebut dengan Freedom of Speech merupakan sebuah aspek yang penting dan tak bisa terpisahkan dalam dunia demokrasi.

Di Indonesia sendiri kebebasan berpendapat salah satunya diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Namun, tentu saja kebebasan berpendapat itu hadir dengan adanya batasan-batasan yang harus ditaati. Seperti tidak melakukan Hate Speech atau ujaran kebencian terhadap seorang individu maupun kelompok.

Banyak tokoh politik di Indonesia yang menghina pemerintah dan berlindung dengan dalih Kebebasan Berpendapat. Salah satunya yang belum lama ini terjadi adalah Rocky Gerung. Dalam potongan video yang beredar, saat itu Ia menyebut Presiden Jokowi sebagai “Bajingan Tolol”. Dalam pembelaannya Rocky mengatakan hal itu hanyalah merupakan kritikan terhadap Presiden Jokowi.

Secara pribadi, saya merasa hal itu seharusnya sudah termasuk Hate Speech karena “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Namun, dalam hukum kita, hal itu hanya dapat diproses jika individu yang bersangkutan (dalam hal ini Presiden Jokowi) mengadukan penghinaan tersebut.

Pada faktanya, hingga saat ini Presiden Jokowi tidak melaporkan Rocky Gerung dan Ia juga masih bebas. Hal ini tentu saja membuat saya berpikir, orang-orang yang beranggapan jika Pemerintahan Saat ini seperti di zaman order baru, mengekang kebebasan berpendapat, dasarnya dari mana?.

Kalau kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini memang sangat rendah, seharusnya orang-orang seperti Rocky Gerung sudah tidak bisa menyampaikan pendapatnya. Saya juga berpikir orang-orang seperti Rocky Gerung pasti mempunyai koneksi ke Istana. Mengapa dia tidak menyampaikan apa yang dia anggap kurang didalam pemerintahan secara langsung kepada instansi terkait?.

Masalah pendapat dia diterima atau tidak, itu tergantung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Masalah kebijakan saya rasa juga bukanlah merupakan hal yang absolute. Artinya, terkadang tidak ada hal yang “benar” dan “salah” dalam mengambil suatu kebijakan, karena setiap kebijakan yang diambil pastinya memiliki alasan yang jelas.

Kebebasan Berpendapat dan Distrust

Saya juga mengingat perkataan Prof. Mahfud MD dalam sebuah episode Indonesia Lawyers Club tvOne mengatakan bahwa hal yang dapat menjadi awal penyebab terpecahnya Indonesia adalah disorientasi penegakan hukum yang mengakibatkan terjadinya “Distrust”. Dimana, rakyat sudah tidak percaya dengan institusi dan lembaga pemerintahan.

Distrust ini kemudian akan menjadi “disobedience” atau pembangkangan yang bisa menyebabkan terjadi “disintegrasi”. Meskipun Prof. Mahfud MD dalam acara itu berpendapat bahwa disorientasi penegakan hukum yang akan menjadikan distrust, menurut Saya, kebebasan berpendapat juga bisa menyebabkan adanya distrust atau ketidak percayaan.

Misalnya saja saat Pilpres kali ini, kubu koalisi PDI Perjuangan membangun narasi “Kecurangan” terhadap Pilpres kali ini. Hal ini sama seperti apa yang kubu Prabowo Subianto lakukan di pilpres 2019 yang lalu.

Indonesia adalah sebuah negara hukum, kecurangan tentu saja hanya bisa dibuktikan melalui mekanisme yang ada. Tetapi, jika narasi ini terus digaung-gaungkan bisa saja menyebabkan distrust dikalangan masyarakat.

Masyarakat menjadi meragukan KPU, bahkan bisa saja beranggapan “Buat apa kita memilih kalau pada akhirnya Pilpres Curang”. Tentu saja, hal ini akan sangat berbahaya terhadap demokrasi di Indonesia.

Bisa saja apa yang terjadi pada Pilpres 2019 yang lalu (kerusuhan) terjadi kembali pada pilpres kali ini karena adanya narasi tersebut. Kita juga melihat kerusuhan juga terjadi pada Pilpres Amerika Serikat yang lalu karena narasi kecurangan yang dibangun oleh Donald Trump.

Inginkah kita hal tersebut terulang di negri kita ini?

Sebutan Negeri Wakanda dan Konoha

Beberapa bulan kebelakang kita sering mendengar istilah “Negeri Wakanda” dan “Konoha” populer. Namun, menurut saya apa yang Anies lakukan dengan menjadikan hal ini sebagai landasan pendapat bahwa Masyarakat takut mengutarakan pendapatnya tidaklah tepat.

Kita tahu sendiri istilah ini semakin menyebar luas ketika banyak Stand Up komedian menggunakannya. Saya berpendapat bahwa mereka menggunakan istilah ini hanyalah sebagai candaan, agar “lucu”. Misalnya saja ada yang mengatakan “Jadi anak Presiden enak ya, bisa langsung nyawapress.” lalu ada yang menanggapi “Di negara mana tuh?”, kalau misalnya dia jawab “disini, Indonesia” jadi tidak ada komedinya. Kalau seumpama dijawab “Itu, di negeri wakanda” malah jadi tertawaan semua orang, karena lucunya.

Menurut saya hal itu juga apa yang terjadi di media sosial. Karena istilah itu semakin populer, masyarakat medsos juga menggunakan istilah itu. Bukan karena takut, tapi supaya yang membaca ikut tertawa.

Kesimpulan

Saya tahu bahwa apa yang para politikus lakukan adalah cara untuk meraih suara agar mencapai kemenangan. Saya juga sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Saya hanya mencoba melihat dari sisi yang lain. Hal-hal yang para politikus sampaikan bisa saja mempengaruhi opini masyarakat akan instansi pemerintahan yang bahkan bisa menyebabkan pembangkangan.

Semoga Pilpres 2024 kali ini berjalan dengan baik dan Indonesia dapat dipimpin oleh pemimpin yang terbaik diantara ke-3 kandidat yang ada.

Thank You for reading this article!

See other articles: